Situs Peninggalan Bersejarah Tak Bertuan

- Advertisement - Pfrasa_F

1Indonesia sejatinya adalah pemeluk agama Hindu dan Budha pada berabad-abad tahun yang lalu. Atas kedatangan pelayar dan penguasa lautan dari Eropa serta pedagang Muslim Arab dan India membuat pengaruh baru terhadap perkembangan kebudayaan, perekonomian serta kepercayaan masyarakat Indonesia. Kebudayaan Hindu-Budha adalah kebudayaan yang telah mampu mempengaruhi kebudayaan Nusantara. Di Pasaman misalnya, terdapat beberapa situs peninggalan tak Bertuan. Yang mana, kebanyakan orang tidak mengetahui asal muasal dari situs peninggalan tersebut. Hanya saja sering disandingkan dengan kebudayaan Hindu-Budha.

Pengaruh kepercayaan tersebut tersebar sampai ke tanah Minang. 3 jenis peninggalan bercorak Hindu-Budha terpampang nyata di beberapa titik di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Reporter Dinamika sempat mengunjungi 2 dari 3 situs peninggalan tersebut. Di lapangan, Reporter melihat kondisinya dipagari besi berwarna merah yang diberi atap condong khas daerah minang. Salah satu warga di kampung Lansek Kodop tempat berada nya prasasti mengatakan, “Batu koh alun tontu sia yang buek, alun tontu peninggalan darima. Ontah urang hindu ontah indak, urang sinan indak lai tau,” hal tersebut dituturkan oleh ibu Kasnah (54) warga.

3 situs peninggalan tersebut berada di 3 tempat atau daerah yang berbeda atau dalam sebutan daerah setempat adalah nagari. Candi Tanjung Medan terletak di kampung Tanjung Medan, Jorong Petok Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti. Candi ini dinamai karena letaknya yang berada di kampung Tanjung Medan. Letaknya persis di Jalan Lintas Sumatera atau kerap disebut JL. Padang-Medan Km.182 (jarak dihitung dari kota Padang). Jaraknya berkisar 10 Km, berada di pemukiman warga.

Di tempat terpisah terdapat Prasasti bertuliskan tulisan San Sekerta di Lansek Kodop Jorong VIII Nagari Bukit Lawang Kecamatan Rao Selatan dan berjarak sekitar 28 Km dari candi Tanjung Medan dan berjarak sekitar 20 Km dari rumah reporter. Sama dengan candi, lokasi ditemukannya prasasti ini juga berada di pemukiman warga. Kemudian, yang satu lainnya adalah peninggalan berbentuk arca ditemukan pertama kali oleh warga di kecamatan Rao Utara yang berjarak sekitar 7 Km dari prasasti dan berjarak 36 Km dari candi.

Sebelumnya, saat mengunjungi tempat situs bersejarah ini, dengan bergerak dari Tanjung Aro 2, Jorong Tanjung Aro Selatan, Kenagarian Bahagia Padang Gelugur, Kecamatan Padang Gelugur yang merupakan tempat domisili reporter. Dengan menggunakan sepeda Motor matic bertenaga 150 cc, dan melengkapi kemungkinan kepastian yang akan terjadi selama perjalanan termasuk bekal dikarenakan membutuhkan waktu selama seharian.

Tempat yang pertama disinggahi oleh Reporter adalah candi Tanjung Medan. Berikut Reporter berikan karakteristik candi yang merupakan hasil wawancara dengan warga sekitar dengan plang yang dipasang disisi candi. Reporter kemudian menyusun hasil wawancara ke dalam satu susunan wawancara agar lebih mudah dicerna oleh pembaca.(22/02) “Candi terdiri dari susunan batu berwarna merah kecokelatan, yang tersusun secara acak. Dulu, candi ini kondisinya agak berantakan, kemudian Dinas terkait menyusunnya dengan rapi sesuai dengan kondisi sebelum-sebelumnya. Kemudian, agar terhindar dari yang namanya kerusakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, Pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemeliharaan Cagar Budaya Minang Kabau beserta Pemerintah setempat turut menjaga cagar budaya Minangkabau dengan menyusun kembali susunan candi. Selain itu, diselingi dengan pemagaran disekeliling candi dan pemberian atap condong khas Minangkabau sebagai pertanda bahwa candi ditemukan di tanah Minang.” Laporan tersebut merupakan hasil wawancara dengan, Ika (17) pengunjung yang merupakan siswa Sekolah Menengah Atas, Putra (37) warga Tanjung Medan, dan Roni (45) warga. Hasil wawancara merupakan wawancara yang diartikan oleh reporter dari bahasa daerah setempat.

Reporter penasaran dengan keberadaan candi tersebut. Padahal, penduduk Sumatera Barat secara umum adalah beragama Islam. Hanya orang pendatang lah yang beragama non Muslim yang sebagian besar berasal dari Tanah Batak Sumatera Utara.

Jika dikaitkan dengan Hindu dan Budha, maka bisa saja situs peninggalan bersejarah ini merupakan peninggalan Hindu atau Budha. Tetapi, masyarakat setempat sampai saat ini belum mengetahui asal muasal candi. “Saya kurang tahu soal asal muasal candi ini. Hanya saja saya pernah dengar dari orangtua saya bahwa candi ini peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Pagaruyuang. Untuk kepastiannya saya kurang tahu, Ungkap Roni dengan nada suara tegas, (22/02).

Berarti telah jelas bahwa situs peninggalan bersejarah berupa candi tersebut belum diketahui secara pasti siapa yang membangunnya, kerajaan atau kesultanan mana yang telah meninggalkan jejaknya di tanah Minang, Pasaman.

Setelah puas dengan mengunjungi dan mencari tahu perihal keberadaan candi, selanjutnya Reporter bergegas menuju tempat ditemukannya prasasti di Kecamatan Rao Selatan.

Setelah menempuh waktu perjalanan sekitar satu jam, Reporter tiba di Kampung Lansek Kodop jorong VIII Nagari Bukit Layang Kecamatan Rao Selatan. Reporter hanya mewawancarai satu orang warga kampung karena informasi yang disampaikan oleh Narasumber sudah cukup jelas. “Saya tinggal disini sejak saya dilahirkan. Saya dilahirkan dan dibesarkan di kampung ini. Sejak itu batu ini sudah ada disini. Hanya saja kondisinya berbeda dengan sekarang. Dari dulu, belum ada orang yang menseriusi untuk meneliti keberadaan prasasti dan mencari tahu sejauh mana prasasti ini hingga ada di tempat ini,” Ungkap Kasnah seorang wanita Lansia berusia 54 tahun.

Ia juga menambahkan perihal kepastian dan asal-muasal prasasti, “Saya sampai sekarang belum tahu persis siapa yang telah menemukan batu ini pertama kalinya dan siapa yang meletakkan batu ini disini. Yang saya tahu dulu batu ini sempat ingin dihancurkan saat terjadi perang G30SPKI yang turut menyebar ke kampung ini. Kemudian, batu ini juga sempat dipindahkan ke Jakarta untuk melindunginya dari kondisi yang mulai memanas sehingga di ujung batu ada sedikit pecahan akibat dari pemberontakan 30 September. Kemudian, Camat Kecamatan Rao kembali meminta batu ini untuk diletakkan kembali di tempat semula sebagai aset daerah,” Lugasnya secara gamblang.

Dari hasil penelusuran, mungkin akan lebih cocok menamakan 2 situs peninggalan bersejarah ini untuk sementara dengan sebutan, “Situs Peninggalan Bersejarah Tak Bertuan”.

Reporter : Rahmanuddin

Editor : Siti Arifahsyam

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles