Istana Maimun, Destinasi Sejarah Kesultanan Deli Yang Masih Kokoh Berdiri

- Advertisement - Pfrasa_F
Foto : Dok. Dinamika
Foto : Dok. Dinamika

Sepeda motor yang kukemudikan meluncur memasuki gerbang dan parkir di halaman, berada di antara jejeran mobil dan sepeda motor lainnya. Terik mentari tak menyurutkan petugas parkir mengahmpiriku yang baru tiba untuk meminta uang parkir sebelum akhirnya aku memasuki lokasi.

Langkah kaki terus bergerak mendekati gedung yang bercorak kuning cerah dan pilar kubah masjid di sisi atapnya sebagai ciri khasnya. Istana Maimun, destinasi sejarah kesultanan deli yang masih kokoh berdiri di tengah peradaban modern. Setibanya di anak tangga istana, sendal dan sepatu para pengunjung berjejeran memenuhi pinggir teras. Tatapanku berhenti pada petugas tiket yang duduk menunggu para pengunjung untuk masuk ke dalam, sambil membuka tali sepatu yang masih terikat kuat.

Dari bawah, aku menatap lurus ke atas sebelum akhirnya melanjutkan langkah yang terhenti, ternyata rombongan teman-teman yan lain sudah ramai yang berdatangan, tepat di sebelah kanan duduk bersila di antarakayu penopang bangunan dan jejeran pancang kayu penyangga di sampingnya.

Sejarah Istana Maimun

Medan memang dikatakan kota metropolitan dengan bangunan tinggi menjulang langit. Tak heran jika di kota ini terdapat banyak bangunan peninggalan sejarah yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berdatangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu bangunan tersebut ialah Istana Maimun.

Dipandu oleh seorang guide yang menjelaskan secara keseluruhan mengenai bangunan sejarah hasil dari peninggalan Sultan Deli ini. Bangunan yang bercorak khas budaya Melayu ini termasuk salah satu ikon Kota Medan. Letaknya yang berada di titik pusat Kota Medan tepatnya di Jalan Brigjen Katamso, persis berada di belakang Masjid Raya Al-Maksum dan Taman Sri Deli. Istana Maimun menjadi bukti peninggalan sejarah yang dibangun pada masa pemerintahan Kesultanan Melayu yaitu Kesultanan Deli di bawah masa kepemimpinan Sultan Deli yang ke-9 yaitu Sultan Makmun Ar-Rasyid Perkasa Alamsyah.

Istana yang dibangun oleh Sultan Deli ke-IX tidak bisa dipisahkan dari sejarah berpindahnya ibu kota kerajaan karena di masa Sultan Deli yang ke-VIII, Ayahandanya bernama Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, ibu kota kerajaan Kesultanan Deli yang berada di arah utara Kota Medan yang disebut dengan Labuhan Deli.

Setelah Sultan Deli ke-VIII meninggal, lalu digantikan dengan Sultan Deli ke-IX yaitu Sultan Makmun Ar-Rasyid Perkasa Alamsyah, beliau memindahkan ibu kota kerajaan kesalah satu dataran tinggi yang ada di Kota Medan dengan membangun beberapa infrastruktur bangunan pendukung ibu kota kerajaannya yang salah satunya Istana Maimun.

Selain untuk menghindari banjir, ternyata hal ini juga ikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat maju pada saat itu didapat dari hasil perkebunan Tembakau Deli. Dimana Tembakau Deli adalah hasil perkebunan yang sangat baik dengan kualitas nomor satu di dunia dengan harga sangat tinggi pada masa itu, sehingga hasilnya dikirim ke falsah pasar Eropa khususnya ke negara Belanda maupun di negara Jerman. Inilah pendapatan asli Sultan Deli yang sangat banyak dan masa ini Sultan Deli mencapai kemakmurannya sehingga beliau membangun Istana Maimun dengan memanfaatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda. Dibangun dengan peletakan batu pertama pada tanggal 26 Agustus 1888 yang berfungsi sebagai istana negara, tempat Sultan Deli menerima tamu dan melaksanakan upacara-upacara adat.

Arsitektur Bangunan Istana Maimun

Istana Maimun berbentuk semi permanen, yang mana bagian depan istana terbuat dari batu dan belakangnya terbuat dari kayu dengan bangunan arsitektur perpaduan dari dua budaya arsitektur budaya timur dan  budaya barat.

Budaya Mongol berbentuk kurva setengah lingkaran, budaya Melayu melambangkan rumah panggung yang mempunyai teras. Budaya Persia berbentuk langit-langit dan dinding-dinding yang dilengkapi dengan ornament. Sementara budaya Arabnya terlihat dengan kubah yang ada di setiap sisi atapnya, serta budaya Eropa dilambangkan dengan penyangga yang terdiri dari pilar-pilar dan dilengkapi dengan batu marmer.

Adapaun luas diameter bangunan Istana Maimun itu sendiri 2700 M2  dimana Istana Maimun ini berdiri di atas tanah 4,5 hektar sesuai data hasil pengukuran yang dilakukan oleh Dinas Kementrian Pariwisata pada tahun 1984 silam.

Bangunan ini terdiri dari 3 bangunan induk, bangunan induk tengah, bangunan induk sayap kanan dan sayap kiri yang terdiri dari 2 lantai dan terdapat lebih kurang 25 ruangan dan kamar, yang mana salah satu ruangannya yaitu ruangan “balairung sri”. Balairung sri adalah tempat Sultan Deli menerima tamu dan melaksanakan acara-acaranya dengan fungsi sebagai istana negara. Dan sampai hari ini masih digunakan untuk Hari Raya Idul Fitri dan biasa dinamakan acara Junjung Duli atau biasa disebut dengan acara Open House.

Sampai saat ini masih ada acara yang masih dilaksanakan seperti ulang tahun Sultan, dan juga acara menerima tamu-tamu yang berasalh dari Kota Medan maupun dari luar.

Sementara ruangan induk sebelah kanan dulunya disebut sebagai “ruang putri”. Karena di sini tempat berkumpulnya permaisuri, anak-anak perempuan atau untuk kaum wanita. Sedangkan sebelah kiri lantai satunya merupakan ruang rehat atau tempat beliau istirahat setelah menerima tamu, lebih spesifiknya adalah untuk para kaum lelaki, tempat Sultan, serta anak laki-lakinya maupun untuk undangan tamu lelaki.

Istana ini dibangun dengan arsitek berkebangsaan Belanda bernama Tiodor FanAr yang membangun Istana Maimun serta bangunan yang ada di Kota Medan seperti Masjid Raya dan beberapa bangunan yang ada di kawasan Kesawan yang peletakan batu pertamanya 26 Agustus 1888, serta mulai difungsikan Sultan pada bulan Mei 1891. Artinya pembangun Istana Maimun ini dibangun kurang lebih 3 tahun masa pembangunannya. Warna istana yang terdiri dari perpaduan antarawarna kuning yang kental dan warna hijau, di samping itu ada warna lain seperti warna krim, merah, dan coklat. Dimana warna kuning merupakan warna utama khas raja-raja Sultan Melayu, warna kombinasi hijau merupakan warna khas raja-raja Islam, kaum tua (al-wasliyah). Sementara warna-warna yang lain dari gaya bangunan Eropa maupun Timur Tengah.

Bangunan Istana Maimun yang dibangun pada masa Kesultanan Deli, berarti masa monarki sampai sekarang ke era NKRI, dalam perjalanannya Istana Maimun ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, tempatnya masih milik Sultan Deli beserta keluarga yang masih difungsikan sebagai  tempat untuk melaksanakan acara-acara adat.

Kedua, Istana Maimun menurut UU No. 11 tahun 2010 merupakan sebuah bangunan yang masuk ke dalam bangunan cagar budaya yang ada di Kota Medan dengan objek artefak yang tidak boleh lagi diganti karena ornamen-ornamen yang ada di dalamnya pada bagian atasnya dari 1888 sampai sekarang masih asli dan belum pernah dicat ulang, kecuali cat yang tidak ada ornamentnya, seperti halnya juga perabotan.

Pengunjung Istana Maimun

Istana Maimun sendiri diambil dan disematkan oleh Sultan Deli ke-IX dari konotasi bahasa Arab yakni dari kata “Maimunah” yang artinya berkah atau rahmat. Dalam perjalanannya, istana ini selalu terbuka untuk umum sebagai objek wisata sejak tahun 80-an, yang mana pengunjungnya pada masa itu adalah orang-orang Eropa dari Belanda yang datang untuk mengingat memori. Selain itu, tamu-tamu lokal juga ikut berdatangan mengingat kebesaran nama Sultan Deli. Dalam perjalanannya sampai hari ini masih dikelola oleh Sultan beserta keluarga melalui satu wadah yang terbuka untuk umum dari pagi pukul 08.00-17.00 WIB. Bagian dari istana ini yang dijadikan objek wisata yang dapat dimasuki pengunjung hanyalah bagian halaman depan teras, maupun bangunan induk tengah saja.

Istana ini masih dikelola dan masih ditempati oleh keluarga Sultan dan masih dihuni oleh 30 kepala keluarga dengan jumlah penghuni sekitar 60-70 orang.

“Untuk jumlah pengunjung sendiri tidak dihitung secara manual, tetapi dihitung berdasarkan tiket yang habis perharinya dan sudah diakumulasikan dengan pendapatan perharinya. Tetapi pengunjung ada pengunung wisatawan lokal dan paling banyak disekitaran kota Medan, seperti Binjai, Serdang, Asahan dan lain-lain,” ujar Tengku Moharsyah Nazmi.

Moharsyah Nazmi juga menambahkan, selain dari dalam negeri sendiri pengunjung juga ada yang jauh-jauh dating untuk melihat Istana Maimun. “Ada wisatawan nusantara Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Sumatera sendiri. Maupun ada yang dari mancanegara meliputi Malaysia maupun Eropa yang datang ke Istana Maimun dan ada musim-musimnya juga,” tambahnya.

Menurut penjelasannya, pengunjung yang paling ramai datang di hari libur pekan, yakni pada hari Sabtu dan Minggu. Untuk hari-hari biasa, pengunjung yang datang merupakan masyarakat umum yang berkisar 400-500 orang. Sementara jika hari libur, pengunjung yang datang berkisar antara 1000-1300 perharinya.

Reporter         : Indra Syahputra

Editor             : Nurtiandriyani S

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles