Budaya Latah : Kecanduan atau Trend?

- Advertisement - Pfrasa_F
Foto : Google.com
Foto : Google.com

Masyarakat dengan internet sudah seperti satu-kesatuan yang tak bisa dipisah dan dibantah lagi. Masyarakat juga tak lagi menelaah tentang apa yang dilakukannya. Tak hanya itu, masyarakat kita sekarang begitu mudah menenggelamkan diri pada sikap dan budaya latah. Disebut budaya karena menurut penelitian, kondisi ini cuma ditemukan di Asia Tenggara.

Uniknya, hampir setiap perilaku latah memang berada pada wilayah tak sadar (nirsadar),  Latah berkaitan dengan tingkat kematangan seseorang, di mana perilaku latah mengikuti tren yang sedang in. Entah karena motif asal eksis, atau sebagai hiburan semata namun inilah keadaan kita sekarang. Seperti hobi bahkan alami kecanduan.

Di era keterbukaan infomasi, sekarang ini muncul berbagai channel penyedia informasi baik dalam bentuk tulisan (blog/web) atau tayangan (video, gambar). Dan uniknya izin pers mereka susah dikenali. Lucunya hal ini kurang dipahami oleh masyarakat sebagai pengguna informasi.

Baru baru ini, muncul trend postingan vidio sejumlah anak muda  bediri di pinggir jalan, meminta sejumlah bis yang lewat membunyikan kelaksonnya. Permintaan mereka disampaikan secara tertulis, dan atau diteriakin dengan kalimat: ‘Om Telolet Om’ yang menjadi viral di media sosial. Video itu menjadi viral, dan sekarang diikuti oleh masyarakat lain di segala lapisan.

Fenomena ini masuk ranah internet dan media sosial yang kemudian menjadi terkenal saat para remaja mengganggu akun media sosial figur publik, seperti Donald Trump, Marshmello, Firebeatz, Dillon Francis, dan Cash Cash, dengan menuliskan “Om Telolet Om” di kolom komentar.

Budaya Latah Harus Ditinggalkan

Agaknya fenomena latah dan saling meniru ini menjadi upaya seseorang atau kelompok untuk mengekspresikan dirinya dari kekangan-kekangan sosialnya (tabu). Atau istilah-istilah yang muncul dalam “melegalkan” aksi ini seperti “kekinian”, “seru-seruan”, “gila-gilaan” dan seterusnya, mengindikasikan keterlibatan aktif seseorang dalam mengikuti wacana yang sedang berkembang.

Kebiasaaan  yang masih dianggap sebagai masalah sepele, serta tidak memiliki dampak serius yang terlihat sangat negatif membuat masyarakat terus menerus melakukannya. Padahal banyak sekali dampak negatif yang didapat tanpa disadari, antara lain,  dapat mempengaruhi mood seseorang, berpotensi menimbulkan sifat iri hati serta menimbulkan rasa cemas yang berlebihan .

Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Namun sangat disayangkan apabila dengan angka yang begitu tinggi kita hanya menjadi konsumen belaka. Kalaupun kebiasaan tersebut sudah terlanjur dilakukan maka alangkah baiknya dihilangkan perlahan-lahan. Lebih baik jika kita mencerminkan budaya berintelektual serta berperilaku yang baik pula. Karena budaya itu merupakan cerminan diri dari sebuah bangsa.

Budaya latah akan suatu trend merupakan perilaku yang harusnya dihilangkan dari diri setiap orang, apalagi menyangkut dengan permasalahan yang sifatnya buruk dan sampai merugikan diri sendiri dan orang lain.

Kuncinya harus dibangun literasi dan kesadaran yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, teman, dan kolega kita agar bisa lebih selektif lagi akan suatu  isu mapun fenomena yang ada dan melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Penulis            : Dzulanda Shari Batubara

Editor             : Aminata Zahriata

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles