Maafkan Kami, Ma!

- Advertisement - Pfrasa_F
Foto : www.google.com
Foto : www.google.com

Malam tak begitu berujung, tapi heningnya membiarkan jangkrik bersenandung, disudut rumah beton yang dilindungi dengan atap seng dan asbes yang sudah bocor dimakan waktu. Terlihat wanita tua tersenyum dengan ikhlasnya. Wajah lelah tampak jelas dimatanya yang sayu dan tak begitu sehat. Ya aku tau dia tak begitu sehat, baru kemarin infus lepas dari pembuluh darahnya tapi dia kembali bekerja mencari barang bekas demi menghidupi kedua anaknya.

“Li, sudah makan, Nak?” Tanya nya dengan nada pelan

“Udah, Ma!” Jawab anak bungsunya dengan singkat sambil memainkan handphone.

Ibu yang kerap disapa Buk Uni oleh tetangga serta orang yang mengenalnya ini memang tipikal ibu sejati, mengapa tidak? Dengan tangannya yang kasar dikarenakan barang bekas yang ia kumpulkan, ia dapat menghidupi kedua anaknya seorang diri. Ya, Bu Uni sudah menyandang gelar janda sejak 12 tahun silam sejak ditinggal suami tercinta meninggal akibat penyakit jantung yang dideritanya.

Jam dinding menunjukkan pukul 21.30 WIB, tapi beliau masih bersama dengan botol bekas, kaleng bekas serta barang-barang bekas lainnya. Wajahnya yang pucat menunjukkan kejelasan tentang kurangnya stamina beliau untuk saat itu, setiap kali ingin berhenti memegang pekerjaannya, selalu dia katakan, “Ah, sedikit lagi kok ntar aja berhentinya”.

Sesekali ia menghela napas panjang pertanda betapa lelahnya beban yang ia pikul, namun kata menyerah tidak pernah tersirat dalam pikirannya, tujuannya hidup hanya untuk menghidupi dua buah hatinya. Kegigihannya dalam membesarkan kedua anaknya tidak pernah dipandang sia-sia oleh Tuhan, walau dengan keterbatasan kekuatan sebagai seorang wanita, ternyata Tuhan memberikannya nilai plus dalam mendapat rezeki. Ketaatannya dalam beribadah juga mengalahkan setan untuk membuatnya menjadi putus asa. Dengan kehidupan yang terbilang pas-pasan, dia masih mampu memenuhi permintaan anak-anaknya untuk dibelikan hal-hal yang mereka inginkan.

Karena tidak ingin membebani orangtua, Rika anak sulungnya memutuskan untuk meninggalkan rumah dan bekerja di rumah orang lain sebagai asisten bayi (Baby Sister) dengan gaji yang pas untuk menghidupi dirinya sendiri. Rika juga belum bisa membantu Lia adik satu-satunya yang saat ini duduk dibangku SMA. Namun, sikap dan sifat Lia yang begitu tidak peduli dengan lingkungan sekitar membuat Buk Uni sedikit merasa kurang diperdulikan anak-anaknya. Walau begitu dia tidak pernah putus mendoakan kedua anak gadisnya itu untuk mendapat kehidupan yang lebih baik nantinya.

“Rika, Lia, mama kok merasa dingin ya? Tolong ambilkan selimut nak,”

“Iya, Ma,” jawab Lia dengan acuh nya.

“Rika lagi sibuk Ma, sebentar,” jawab Rika yang sibuk dengan handphone

Karena sibuk dengan handphone masing-masing, mereka lupa dengan perintah mamanya.

“Mamaaa……………” teriak Lia kencang ketika menghantarkan selimut.

Dia menangis sambil menyelimuti tubuh Bu Uni yang terlihat putih pucat dan sedikit dingin. Rika yang begitu terkejut mendengar suara Lia langsung lari menghampiri mereka ke kamar, dihampirinya Lia dalam keadaan menangis sejadi-jadinya di samping tubuh ibu tua yang sudah mulai keriput yang kerap mereka panggil mama itu. Mereka berdua menangis sejadi-jadinya tanpa henti.

***

Matahari telah terbit, jendela yang tadinya dipancarkan sinar sedikit lewat celah kini terbuka lebar. Lia dan Rika terbangun karena silaunya cahaya. Sambil mengucek mata mereka melihat ibu tua itu berjalan menghampiri.

“Sudah pagi Li, Ka,” masih mau bermalas-malasan anak gadis?” ucap Bu Uni sambil tersenyum.

Rika dan Lia saling memandang, mereka heran dan ternyata itu hanyalah mimpi. Yang memasuki ke dalam tidur mereka berdua. Sambil menangis mereka memeluk tubuh lemah Bu Uni sambil berkata, “Maafkan Kami, Ma!”.

Penulis          : Nurafni Sitepu

Editor             : Nurul Farhana Marpaung

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles