Berusaha Menenggelamkan Hasrat

- Advertisement - Pfrasa_F

Desi Ratna Sari Foto Berusaha Menenggelamkan Hasrat 1

Oleh       : Desi Ratna Sari*

Deru mobil di sana-sini seolah menggema di udara. Berbagai kendaraan baik itu kendaraan beroda dua hingga beroda empat saling berebut jalan. Kemacetan tepat di persimpangan jalan semakin menjadi-jadi. Suara-suara pengemudi dan pejalan kaki pun tak terelakkan. Banyak orang berlalu lalang, mengerjakan kesibukan masing-masing. Inilah keadaan pukul 09.45 WIB, di sebuah pasar di Kota Medan, Pasar Melati (Pamela).

Pasar Melati atau yang akrab disebut orang Medan sebagai pajak Melati, adalah tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Selain itu, tidak jarang juga orang-orang yang ada di pasar ini hanya singgah untuk sekedar melihat pasar, numpang lewat, atau menjadikan tempat ini sebagai tempat untuk reportase lapangan. Selain berjualan di toko, ada juga penjual yang berjualan di tenda, ada yang berjualan menggunakan kendaraan, dan bahkan ada yang berjualan tidak menggunakan tempat apapun (tidak menyewa tempat untuk berjualan). Di pasar ini, selain menjual kebutuhan pokok, pedagang lebih dominan menjual pakaian bekas. Begitulah keadaan singkat pasar Melati ini. Namun apapun keadaannya, tidak membuat anak lelaki ini menghentikan aktivitasnya dalam menyusun buah-buahan. Ya, dia tetap menyusun buah-buahan sambil sesekali melayani pembeli di toko itu.

Anak lelaki itu berusia 16 tahun dan biasa dipanggil dengan nama Jeriko. Dia memiliki postur tubuh yang sesuai dengan usianya. Memakai baju kemeja bergaris berwarna merah, hijau, biru, dan hitam sebagai paduannya. Menggunakan celana jeans pendek, dan memakai sandal jepit. Tak ketinggalan topi berwarna krim di kepalanya turut menambah aksesoris pada tubuhnya.

Ada berbagai jenis buah-buahan, mulai dari buah pir, apel, jeruk, manggis, salak, anggur, kuini, rambutan, dan langsat. Dia menghabiskan waktunya dengan menikmati suasana pasar sambil menjaga dagangan buah-buahan hingga siang hari. Setelah itu, toko tersebut akan dijaga sendiri oleh pemiliknya yang merupakan istri dari abang sepupunya (kakak ipar). Dia tidak bekerja, melainkan hanya membantu kakak iparnya untuk membuka dan menjaga toko tersebut. Adapun pendapatan per hari dari hasil penjualan di toko tersebut berkisar antara Rp500.000 hingga Rp1.000.000. Kendati demikian, karena hanya membantu maka ia pun tidak menerima gaji perbulan.

Jeriko sudah tiga hari berada di Medan. Ia tinggal di rumah abang iparnya yang bekerja sebagai supir angkutan umum yang beralamat di Jalan Sakura. Dia berasal dari Desa Suka Nalu, Kabupaten Karo. Dia anak ketiga dari enam bersaudara yang terdiri dari tiga orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Kedua orang tuanya hanyalah penjual bibit tanaman. Kakak laki-lakinya sudah bekerja setelah dia putus sekolah dan menganggur selama 3 tahun. Kakak perempuannya masih sekolah dan duduk di bangku SMA. Adik-adiknya juga masih bersekolah, ada yang duduk di bangku SMP dan ada juga yang duduk di bangku SD.

Sementara itu, Jeriko sudah putus sekolah sejak ia kelas 1 SMP. Awalnya, Dia bersekolah di SMPN 3 Barus Jahe. Berdasarkan penuturannya, Ia putus sekolah karena kenakalannya. Dia mengaku selalu berkelahi, berjudi dan bahkan meminum minuman keras. Dia merupakan seseorang yang memiliki temperamen tinggi, dan emosinya tidak terkendali. Oleh sebab itu, ia sering bertengkar dengan siapapun yang dirasa telah mengganggunya. Baik itu mengganggunya dengan tatapan atau dengan perkataan. Dia yang sering mengkonsumsi minuman keras dan sering merasa pusing tiap kali ia berhenti meminumnya. Oleh karenanya, dia menjadi pecandu minuman keras.

Kegiatannya di kampung hanyalah berjudi, berkelahi, minum minuman keras, balap-balapan sepeda motor, dan banyak lagi kegiatan buruk yang dilakukannya. Sehingga, kedua orang tuanya sering bertengkar karena tingkah lakunya. Adapun alasan kuat mengapa ia harus pergi ke Medan karena dia ingin menghentikan pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dia mengaku, karena kebandalannya lah kedua orang tuanya jadi sering bertengkar. Selain itu, ia juga ingin mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya sendiri.

Tinggal di Medan, tidak sebebas ketika ia masih berada di kampungnya, Desa Suka Nalu. Setelah ia pulang dari pasar, ia langsung pulang ke rumah. Dia berusaha untuk menghentikan kecanduannya akan minuman keras dengan tidur. Jadi, setiap ia merasa memiliki keinginan untuk meminum minuman keras dan merasa pusing, dia mengalihkannya dengan tidur. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukannya di Medan sungguh berbanding terbalik dengan kegiatan yang dilakukannya di kampung. Namun, sepintar apapun ia mengelabui keinginannya untuk menghentikan kegiatan buruknya, ada saja hal yang masih selalu mengganggunya, yaitu tingkat emosinya yang selalu meledak. Dia masih belum mampu mengendalikan emosinya terhadap orang lain.

Seperti perasaan kebanyakan anak seusianya, putus dari sekolah adalah perbuatan yang disesalinya. Menurutnya, ketika ia putus sekolah maka ia harus bekerja. Dia juga punya keinginan untuk kembali lagi bersekolah seperti dulu. Akan tetapi, keinginannya terbantahkan dengan persepsinya yang selalu memandang bahwa ia tidak akan bisa lama mempertahankan sekolahnya karena tingkat emosinya yang mampu meledak sewaktu-waktu.

Selain itu, ia juga tidak berani untuk menghubungi kedua orang tuanya, karena ia akan menangis ketika berbicara dengan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, ia selalu menolak panggilan telepon dari orang tuanya. Walaupun ia sering bertengkar dengan orang lain, tapi ia tidak pernah melawan kedua orang tuanya. Dia juga merasa belum mampu untuk membantu kedua orang tuanya mencari uang untuk membantu kedua orang tuanya.

Jika diperhatikan sekilas, Jeriko merupakan anak yang nakal dan susah diatur. Namun, sebenarnya ia berusaha untuk menenggelamkan hasrat berbuat kejahatan tersebut. Hal itu terlihat dengan cara ia mengalihkan keinginannya untuk meminum minuman keras. Dia memilih untuk pergi ke Medan agar kedua orang tuanya tidak bertengkar, penyesalannya datang setelah putus sekolah, penyesalannya datang setiap ia selesai bertengkar. Dia ikhlas membantu kakak iparnya untuk membuka dan menjaga toko tanpa bayaran. Seandainya ia tidak berniat untuk menghentikan kenakalannya, ia mungkin tidak akan berpikir untuk bekerja, tidak akan berpikir untuk pergi ke Medan, dan tidak akan tidur setiap rasa candu itu datang.

Berdasarkan kisah tersebut kita bisa menarik kesimpulan yaitu, untuk menilai orang lain jangan dilihat secara sekilas, melainkan coba mendalami apa yang dia rasakan. Penampilan memang awal dari segalanya, namun penampilan bukanlah segalanya. Berusahalah untuk melihat energi positif yang dipancarkan orang lain, walaupun energi positif itu ditutup oleh perbuatan negatif. Karena ada segelintir orang yang tidak mampu mengeluarkan energi positif dalam dirinya. Mutiara itu tersembunyi di dalam cangkang yang keras, kita harus memiliki teknik agar cangkang tersebut bisa terbuka dan mutiara bisa kita dapatkan. Oleh karenanya, berpikiran positif terhadap orang lain mungkin dapat meningkatkan energi postif dalam diri mereka. So, jangan bosan untuk berusaha melakukan yang terbaik, and be your self!

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles