Ibu, Akhirnya

- Advertisement - Pfrasa_F
Foto: www.google.com

Penulis: Regi Amelia

“Nak, maaf ya, ibu belum bisa pulang tahun ini, kamu jaga kesehatan di sana ya, jangan lupa makan, istirahat yang cukup, jaga nenek, jangan main-main aja,” perintah ibu kala itu.

Itulah pesan singkat ibu beberapa hari yang lalu  ketika menghubunguku. Aku dan ibu memang tidak tinggal seatap, sebab kami dipisahkan oleh negara yang berbeda. Aku tinggal di Indonesia sedangkan ibu tinggal di Australia.

Aku Risa, anak pertama dari dua bersaudara. Ayah dan ibu sudah berpisah sejak aku berumur 5 tahun. Aku diasuh oleh nenek, sedangkan adikku tinggal bersama budeku. Aku adalah mahasiswi aktif semester IV disalah satu Universitas Negeri yang ada di Jogjakarta. Pulang pergi dari rumah ke kampus membutuhkan waktu hampir 2 jam, adalah rutinitasku setiap hari. Ya, aku memang bukan anak kos seperti teman-temanku yang lain, karena aku tinggal bersama nenek, sebagai rutinitas tambahanku pula.

***

            “Nduk, pulangnya jangan malam-malam kali ya, nenek takut sendirian di rumah,” ucap nenek sebelum aku berangkat kuliah

“Iya nek, hari ini mungkin tidak akan lama, nanti kalau sudah selesai kuliah Risa langsung pulang. Pergi dulu ya nek. Assalamualaikum,” jawabku sembari mencium tangan nenek

Aku memang sering pulang larut malam, sampai-sampai ketika aku sampai di rumah,  nenek sudah tidur dan aku harus berangkat lagi pukul 05.30 pagi. Hal ini dikarenakan aku harus mengejar waktu dan jadwal kereta apiku. Jadi mau tidak mau sekedar untuk ngobrol dengan nenek sangat jarang kulakukan. Mungkin hanya beberapa menit sebelum aku pergi kuliah.

Aku juga merasa berbeda dengan teman-temanku. Langsung pulang ketika selesai kuliah, sementara aku harus mengikuti kegiatan kampus yang terkadang mau tidak mau harus mebuatku pulang larut.  Ya, menjadi aktifis kampus memang menjadi pilihanku saat semester pertama. Entah apa yang membuatku sangat tertarik dengan dunia jurnalistik, dan hingga saat ini aku sudah menjalaninya selama 2 tahun.

Rasa jenuh terkadang muncul dipikiranku, rasanya ingin aku berhenti dari semua aktifitas ini. Aku juga ingin merasakan kumpul bersama nenek setiap hari, ingin menemaninya di rumah dan aktifitas lainnya yang jarang kulakukan. Namun karena rasa tanggung jawab ini, aku belum siap untuk meninggalkannya.

Nenekku  pahlawanku. Mungkin ini kalimat yang cocok untuk menggambarkan sosok nenek. Dialah orang yang paling berjasa dalam hidupku, di saat aku ada masalah, nenek adalah orang yang selalu ada disampingku dan menguatkanku. Namun sekarang tidak lagi, semua seketika hilang  dan tinggal kenangan. Nenek telah pergi untuk selama-lamuanya, tepat 1 bulan yang lalu. Bermula saat aku menjadi perwakilan dari kampusku untuk mengikuti pelatihan selama 4 hari. Tanpa sepengetahuanku nenek dibawa ke rumah sakit, dan semua keluarga tak ada yang memberi tahuku.

Bagaiman kehidupanku setelah ini, pertanyaan ini mencuat dseketika dalam benakku. Ibu adalah satu-satunya harapanku.

“Assalamualaikum bu, nenek meninggal,” ucapku sembari menangis

Inalillahi wainnailaihi roji’u,. ya Allah kapan nak, coba jelaskan dulu, jangan sambil menangis,” jawab ibu seakan menenangkanku.

“Setelah subuh tadi bu, ibu bisa pulang kan?” tanyaku

Insya Allah ibu pulang, ibu urus pasportnyna dulu, mungkin 2 sampai 3 hari bisa selesai. Kamu baik-baik di sana ya,” tutupnya

Hatiku sedikit lega mendengar ucapan ibu seperti itu. Mungkin ini cara Allah agar mempertemukanku kembali dengan ibu yang tidak pernah aku temui lagi. Kesedihan setelah ditinggalkan nenek yang selama ini mengasuhku masih selalu terbayang-bayang dipiiranku. Namun aku yakin kepulangan ibu lama-kelamaan juga bisa mengobati rasa sakit ini.

***

            “Bu, tidak jadi pulang ya? Kata ibu 2 sampai 3 hari selesai semua urusan di sana, kenapa belum sampai juga,”  ucapku melalui posel.

“Sabar nak, masih banyak yang harus ibu urus di sini. Udahlah kamu ini, ibu baru pulang kerja masih capek, ibu pasti pulang, sudah ya. Assalamualaikum,” jawabnya sembari menutup ponsel.

Aku sedikit kecewa mendengar jawaban ibu, padahal aku sudah sangat rindu. Rasa- rasanya sudah tidak sabar ingin berjumpa, setelah beberapa tahun, jangankan kebiasaanya, wajahnya saja hampir sasap diingatanku. Selama ibu memutuskan untuk bekerja di luar negeri, kami memang sangat jarang berjumpa. Mungkin hanya 3 kali, dan jika tak salah ingat ketika aku masih duduk di bangku SMP.

Waktu terus berjalan, namun kejelasan ibu pulang atau tidak sampai saat ini  tidak lagi ku dengar. Sampai akhirnya 2 minggu kemudian ibu memberi tahu lagi tentang kepulangannya melalui pesan singkat.

“Assalamualakum nak, alhamdulillah urusan ibu sudah selesai semua di sini, jadi besok ibu sudah bisa pulang ke Indonesia. Ibu sudah rindu sama kalian semua. Love you anakku”.

Setelah melihat pesan singkat ibu, semua jadwalku untuk besok hari langsung ku kosongkan. Karena aku tidak mau jadwalku untuk menjemput ibu tertunda karena aktifitasku besok. Namun apalah dayaku, hanya  bisa berencana, sekitar pukul 22.00 malam ponselku tiba-tiba berdeing.

Assalamualaikum teman-teman, jangan lupa besok pukul 14.00 kita ada rapat wajib di Markas. Jangan sampai tidak datang ya, karena ada info penting yang akan disampaikan.”

“Ya ampun, kenapa rapatnya tiba-tiba? Baru saja aku berniat akan mengosongkan jadwal kegiatanku,” celetukku

***

Sudah sore, namun tanda-tanda selesainya rapat belum terasa. Terpaksa izin, adalah pilihanku kali ini. Aku, Dina, dan 2 orang temanku langsung menuju bandara. Kami berpencar mencari ibu, hingga akhirnya aku temukan. Ibu sudah memesan bus lain untuk pulang ke rumah, akhirnya aku bertemu setelah sekian lama.

Editor: Siti Arifah Syam

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Latest articles